![]() |
Karakter Morfologi Cengkeh Hutan. Foto: Asri Subkhan Mahulette |
Indonesia memiliki sumber daya
genetik cengkih yang cukup tinggi dengan pusat keragaman berada di Kepulauan
Maluku. Keanekaragaman plasma nutfah cengkih Indonesia yang telah
diinventarisasi terdiri atas cengkih tipe liar, primitif, landrace dan
komersial. Maluku sebagai bagian dari wilayah asli sebaran cengkih (the center of origin) di dunia, menyimpan
keragaman genetik cengkih yang cukup tinggi (Alfian et al. 2019). Di Maluku terdapat salah satu cengkih tipe liar yang
oleh masyarakat lokal setempat disebut sebagai cengkih hutan. Cengkih tipe liar
ini memiliki bentuk agro-morfologi maupun komponen atsiri yang berbeda dengan
cengkih budidaya dari golongan aromatik pada umumnya. Cengkih hutan di wilayah sebarannya di Maluku
banyak dijumpai di wilayah Pulau Ambon (Desa Hitulama dan Hitumesing) dan Pulau
Seram (Desa Latu dan Hualoi) karena telah banyak dibudidayakan.
Cengkih hutan memiliki karakter pohon yang
kekar, kanopi membulat, daun lebih besar dan tebal, ujung daun kurang lancip,
percabangan rendah pada batang utama, serta kurang beraroma pedas karena
memiliki kandungan eugenol yang rendah (Koerniati 1997). Selain itu cengkih
tipe liar ini lebih tahan
terhadap serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), berproduksi setiap tahun
dan kurang berfluktuasi, memiliki pertumbuhan yang cepat, serta tahan terhadap
tindakan pemangkasan.
Hasil penelitian Mahulette et al. (2019a) memberi informasi bahwa
cengkih hutan di Maluku memiliki kemiripan sebesar 78% di antara populasinya
dan memiliki 3 kelompok varian dengan variasi agro-morfologi sebesar 22%. Karakter
penciri utama cengkih tipe liar ini terletak pada panjang daun, lebar daun,
luas daun, panjang buah, diameter buah, bobot buah, diameter biji, dan bobot
biji, dimana memiliki ukuran yang lebih besar dibanding dengan cengkih aromatik.
Secara agronomi, cengkih hutan umur 15 tahun dapat menghasilkan produksi bunga
cengkih kering (dry flower bud) yang
cukup tinggi yaitu sebesar ±32 kg per pohon, akan tetapi memiliki kadar minyak
yang rendah (1-3%) dan kadar air bunga yang tinggi yaitu sekitar ±64%. Waktu
panen bunga masak petik (flower bud)
cengkih hutan di wilayah sebarannya di Maluku berlangsung pada bulan Maret.
Fase inisiasi pembungaan hingga dihasilkan buah memiliki durasi waktu 6 bulan
(Mahulette et al. 2019b)
Sejauh ini pemanfaatan cengkih hutan di
Maluku hanya terbatas dalam bentuk bunga cengkih kering (dry flower bud) karena lebih menguntungkan dibandingkan dengan
penjualan dalam bentuk minyak atsiri (essential
oil). Pemanfaatan cengkih hutan dalam bentuk esssetial oil sejauh ini masih belum dilakukan karena cengkih tipe
liar ini memiliki kandungan eugenol yang rendah (<20%). Rendahnya kandungan
eugenol menyebabkan nilai jual cengkih hutan sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan cengkih budidaya dari golongan aromatik. Adanya perbedaan genotype
dengan cengkih budidaya dari golongan aromatik mengindikasikan adanya perbedaan
komponen atsiri yang dikandung.
Cengkih hutan memiliki komponen atsiri
mencapai 14 komponen, dimana sekitar 80% terdiri atas fraksi sesquiterpenoid, 15% fraksi phenilpropanoid, dan 5% fraksi alifatik. Komponen utama yang dikandung
rata-rata terdiri atas germacrene-D, α-cubebene, eugenol, δ-cadinene,
α-copaene, methyleugenol (Mahulette et al. 2020; Mahulette et al.
2019c). Eugenol termasuk
komponen utama dari cengkih hutan, akan tetapi kandungannya berada pada
konsentrasi yang rendah (<20%). Rendahnya kandungan eugenol menyebabkan
cengkih tipe liar ini kurang memiliki aroma yang pedas dibandingkan dengan
cengkih budidaya dari golingan aromatik. Meskipun memiliki kandungan eugenol
yang rendah, akan tetapi volume produksi bunga kering per tanaman cukup tinggi
sehingga lebih komersil. Pemanfaatan dalam bentuk minyak atsiri (essential oil) sejauh ini belum dilakukan sehingga perlu dikaji
lebih lanjut terutama mengenai potensi kandungan komponen atsirinya.
Pustaka:
Alfian A, A.S Mahulette, M. Zainal, Hardin, A. Bahrun.
(2019). Morphological character of raja clove ( Syzygium aromaticum L . Merr & Perry .) native from Ambon
Island. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. 343(012150):1–4. doi:10.1088/1755-1315/343/1/012150
Koerniati
S. 1997. Keanekaragaman plasma nutfah cengkih dan pelestariannya. In: Kemala S,
Hasanah M, Djisbar A, Asman A, Nurjaannah N (Eds.). Monograf Tanaman Cengkih
No. 2. Bogor: Balittro. pp. 25-32.
Mahulette, A.S., Hariyadi, S. Yahya, A. Wachjar (2020). Physico-chemical properties of clove oil from three
forest clove accession groups in Maluku. IOP Conference Series:
Earth and Environmental Science. 418 (2020) 012028:
1-8. doi: 10.1088/1755-1315/418/1/012028
Mahulette, A.S, Hariyadi, S. Yahya,
A. Wachjar, I. Marzuki (2019a). Morpho-agronomical diversity of forest clove in
Moluccas, Indonesia. Hayati J. Biosci.,
26(4):156–162.doi:10.4308/hjb.26.4.156.
Mahulette, A.S., Hariyadi, S. Yahya, A. Wachjar, A.
Alfian (2019b). Morphological traits of Maluku native forest clove (Syzygium aromaticum L. Merr &
Perry.). J. Trop. Crop Sci.
Penulis:
Dr. Asri Subkhan Mahulette, SP., MP
Peneliti
Cengkih
Dosen
Program Studi Agroteknologi Universitas Pattimura
Dewan Penasehat Celebica
0 komentar